Hari Ini Harga Emas Dunia Naik, Bakal Rekor Lagi?

Hari Ini Harga Emas Dunia Naik, Bakal Rekor Lagi?

Jakarta – Harga emas dunia kembali merangkak naik setelah sebelumnya sempat terkoreksi tipis. Pada perdagangan hari Jumat (9/8/2019) pukul 09:00 WIB, harga emas kontrak pengiriman Desember di bursa New York Commodities Exchange (COMEX) menguat 0,23% ke level US$ 1.514,4/troy ounce (Rp 681.723/gram).

Sementara harga emas di pasar spot menguat 0,23% menjadi US$ 1.503,4/troy ounce (Rp 676.772/gram).

Di sesi perdagangan sehari sebelumnya (8/8/2019) harga emas COMEX dan spot melemah masing-masing sebesar 0,66% dan 0,05%.

Penurunan harga emas kemarin disebabkan beberapa sentimen. Salah satunya adalah kinerja ekspor-impor China yang mengejutkan.

Pada bulan Juli 2019, ekspor China tumbuh 3,3% YoY. Jauh membaik dibandingkan bulan sebelumnya yang terkontraksi alias turun 1,3%. Angka 3,3% juga lebih baik dibandingkan konsensus pasar yang dihimpun Reuters yaitu kontraksi 2%.

Impor juga hanya turun 5,6% YoY yang mana lebih kecil konsensus yang sebesar 8,3%. Alhasil, neraca dagang China pada Juli membukukan surplus sebesar US$ 45 miliar yang juga lebih besar dibanding konsensus sebesar US$ 40 miliar.

Kinerja perdagangan yang membaik menandakan ekonomi China masih tetap bergairah. Meskipun masih tak bisa mengelak dari perlambatan ekonomi, ada peluang besar China tidak mengalami hard landing.

Selain itu pelaku pasar juga semakin yakin bahwa perlambatan ekonomi yang melanda saat ini tidak akan terlalu mengguncang perekonomian di Asia, khususnya di negara-negara berkembang. Hal itu didorong oleh serangkaian penurunan suku bunga acuan yang dilakukan oleh bank sentral beberapa negara.

Rabu (7/8/2019), Bank Sentral India (Reserve Bank of India/RBI) menurunkan suku bunga acuan 35 bps ke 5,4%. Lebih dalam ketimbang konsensus pasar yang dihimpun Reuters, yaitu penurunan 25 bps.

Kemudian Bank Sentral Thailand (BoT) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 25 bps menjadi 1,5%. Ini di luar ekspektasi, karena pelaku pasar memperkirakan suku bunga dipertahankan di 1,75%. Penurunan ini menjadi yang pertama sejak 2015.

Bank Sentral Selandia Baru (Reserve Bank of New Zealand/RBNZ) secara mengejutkan memangkas suku bunga acuan sebesar 50 basis poin (bps) rekor terendah 1%. Pelaku pasar sebelumnya memprediksi RBNZ hanya akan memangkas 25 bps.

Terbaru, pada Kamis (8/8/2019) Bank Sentral Filipina (Banko Sentral ng Pilipinas/BSP) memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 4,25%, sesuai ekspektasi pasar.

Rangkaian aksi penurunan suku bunga, terutama di kawasan Asia dan negara berkembang membuat investor semakin yakin bahwa dampak perang dagang dan perlambatan ekonomi global tidak akan separah yang sebelumnya diperkirakan.

Kebijakan pelonggaran moneter dapat menjadi instrumen pendorong pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, rilis data tenaga kerja di AS juga membantu meredakan kekhawatiran investor. Pasalnya, untuk minggu yang berakhir pada 3 Agustus 2019, angka klaim tunjangan pengangguran baru (initial claim) turun sebanyak 8.000 menjadi 209.000. Hal ini membuat kejutan di pasar karena konsensus Reuters memprediksi nilainya akan sebesar 215.000 yang mana tidak berubah dari pekan sebelumnya.

Berkurangnya kekhawatiran investor juga dapat terlihat dari pergerakan yield obligasi pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun, yang mana kembali meningkat ke level 1,72% setelah sebelumnya sempat jatuh ke bawah level 1,6%.

Di Jerman, obligasi pemerintah tenor 10 tahun juga naik menjadi minus 0,5% dari yang sebelumnya minus 0,6% (rekor terendah).

Dengan begitu, emas agak sedikit terkoreksi kemarin. Pelaku pasar mulai berani masuk ke instrumen berisiko dan meninggalkan aset-aset safe haven seperti emas.

Namun kini harga emas kembali mengarah ke atas.

Perang dagang AS-China masih diliputi ketidakpastian.

Sebelumnya Penasihat Gedung Putih, Larry Kudlow, mengatakan bahwa pihak AS masih menantikan kedatangan delegasi China untuk berunding pada bulan September.

‘Undangan’ tersebut datang setelah Juru Bicara Kementerian Perdagangan China mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan Negeri Panda telah berhenti membeli produk pertanian asal AS, sebagai jawaban atas ancaman Presiden AS, Donald Trump, rencana pengenaan bea impor 10% atas produk China senilai US$ 300 miliar.

Hingga saat ini masih belum ada respon dari pemerintah China terkait ‘undangan’ dari AS.  Masih ada risiko eskalasi perang dagang yang terus menghantui pelaku pasar. Dan dampaknya tak main-main jika benar kejadian.

Beberapa analis memperkirakan ekonomi AS akan mengalami resesi atau kontraksi dalam dua kuartal beruntun. Dan itu membuka jalan bagi krisis. Dalam kondisi penuh ketidakpastian, emas sekali lagi mendapatkan momentum untuk menguat.

 

 

CNBC Indonesia

Baca Juga